Desember 30, 2014

Dan demikianlah kehidupan berjalan ...

Konon Tuhan memberikan ujian dalam dua jenis. Yang pertama berupa kebahagiaan atau kemudahan, yang kedua berupa kesusahan atau kesedihan.

Ada begitu banyak hal yang terjadi dalam satu tahun terakhir hidup saya, di perempat usia  perhitungan manusia. Bagaimana sesorang yang awalnya paling dekat kini menjadi orang asing, atau bagaimana orang yang awalnya asing kini menjadi orang paling dekat, patah hati tapi sekaligus bangkit untuk berelasi kembali, sudah saya alami. Atau bagaimana saya mulai nyaman -mungkin.malah.terlena.pada.kenyamanan- dengan pekerjaan saya dan kemudian berfikir untuk loncat ke profesi lainnya. Mencoba PNS kemudian gagal. Berencana main ke luar negeri, bahkan mengurus paspor saja masih beribu hal menjadi alasan. Berniat traveling tiap ada kesempatan, tapi selalu lebih pilih pulang menghabiskan cuti panjang.

Satu tahun penuh ujian. Tapi bukankah tiap tahun memang demikian, penuh tawa, berkali-kali tangis duka, jatuh, lalu bangun lagi. Sakit, sembuh. Dan demikianlah kehidupan berjalan.


Drive a little slower
Don't matter where we're going going now 
-Long Drive, Jason Mraz


Desember 25, 2014

Kado



Selamat merayakan Long Weekend di hari Natal yang dempeten dengan Sabtu Minggu!

Kado saya sudah datang! Kado yang dibeli dengan uang sendiri untuk diri sendiri. Kadangkala kita abai pada kita sendiri, lupa memberi reward padahal kita sering menyuruh diri sendiri bekerja keras! bukan bekerja keras dalam arti fisik, tapi... bukankah senantiasa berusaha positif di setiap kondisi padahal serangan energi negatif sedang kuat-kuatnya adalah hal tak mudah?

Nah, sekarang saya ingin memberi penghargaan pada diri saya untuk itu.

Apa kadonya? Laptop baru! Setelah hampir dua tahun nulis blog (enggak rajin-rajin nulis juga sih) pakai smartphone yang nyatanya tak lebih nyaman dari komputer.

Sederhana. Tapi bukankah bahagia itu yang demikian kan...


*gambar dari sini 

Desember 05, 2014

Mau atau Tidak Mau

Saya selalu percaya bahwa kebahagiaan itu kita ciptakan sendiri.

Tiap kali saya bangun tidur dengan kepala berat dan perut mual- setelah beberapa jam sebelumnya baru pulang kantor menjelang subuh-padahal di hari sebelumnya berangkat ke kantor sesuai jam normal biasa- saya mengingatkan diri sendiri bahwa ini adalah konsekuenai atas impian saya dulu.

Bekerja di industri televisi, pernah menjadi impian saya semenjak masih sekolah. Saya ingat dialog dengan kawan SMP namanya Adinda. Kami bercerita saling berbagi cita-cita, dan bahwa kelak saya ingin bekerja di TV (hanya berdasar argumen bahwa pekerja TV itu keren). Saya membuktikan sendiri, bahwa cita-cita sejatinya tak susah diraih asal yakin dan terus mengupayakan cita-cita itu. Pilihannya hanya mau atau tidak.

Betapa di kala SMA saya bersikukuh tidak mau masuk IPA karena yakin bahwa saya sudah bersikap atas cita-cita saya. Pada masanya jurusan IPA masih menjadi prioritas karena banyak pilihan ketika masuk universitas (entahlah dengan sekarang). Dan ketika akhirnya saya melunasi janji pada diri sendiri, puas memang. Bahwa saya bisa.

Kini menjadi besar di jalur pilihan saya adalah sesuatu yang barangkali tidak mustahil. Masih sama seperti dulu, tinggal mau atau tidak mau.

Tapi, mengulang kembali tulisan di paragraf dua tadi... Tiap kali saya bangun tidur dengan kepala berat dan perut mual- setelah beberapa jam sebelumnya pulang hampir subuh-padahal di hari sebelumnya berangkat ke kantor sesuai jam normal biasa- membuat saya makin paham frasa bahwa ada harga yang harus dibayar demi apapun. Dan barangkali malah membuat saya tak lagi optimis, bahwa saya cocok di jalur ini.

Yah, kebahagian memang kita yang atur sendiri bukan...

November 16, 2014

Undangan

Betapa setiap perempuan memiliki pernikahan impiannya. Saya? Sudah pasti ada. Bahkan sejak beberapa tahun yang lalu sudah punya konsepnya, yang masuk akal lah pastinya. Tapi, jangan pernah tanya kapan merealisasikannya :p

Bulan ini (dari bulan lalu) banyak undangan nikahan saya terima. Setiap kali undangan sampai ke tangan saya, saya termangu. Betapa sebuah undangan memiliki kisahnya masing-masing (ala-ala Hari untuk Amanda). Keringat si pengantin, emosi, jengkel, marah, bisa jadi kecewa, pun haru bahagia. Kenapa begini, kenapa akhirnya bisa begitu, kenapa malah yang ini, bukan yang itu. Sebuah undangan menjadi simbol berlangsungnya cerita anak manusia.

Lalu saya jadi paham kenapa bapak ibuk saya masih menyimpan undangan pernikahan mereka di album foto perkawinan. Ternyata bukan hanya soal tanggal, bukan hanya soal waktu, melainkan kisah di balik itu. Atau malah, bisa jadi sebenernya undangannya sisa aja di kala itu. Haha!

Selamat tengah malam. Dan selamat mengakhiri akhir pekan! Selamat kembali ke realita lima hari ke depan!!

November 14, 2014

Minor Bermasyarakat

Bila di masa sekolah kita diajarkan teori bermasyarakat, kini ketika dewasa seringkali kita dihadapkan untuk praktek bermasyarakat.

Minggu lalu, bapak kos saya meninggal. Karena penyakitnya juga karena usia. Berbendera kuning di depan pagar, malam itu kos mendadak menjadi ramai orang-orang. Saudara-saudara si empunya rumah.

Saya bukan tak pernah menghadiri pemakaman. Beberapa kali menjadi tuan rumah di upacara pemakaman. Tapi, ketika kejadianya bapak kos meninggal ini saya justru kebingungan, saya harus bagaimana? Datang ke upacara pemakaman pasti. Lalu apa? Bawa beras takziyah seperti layaknya di kampung saya atau bagaimana?

Ternyata hal seperti ini sering tak terpikirkan. Bahwa ternyata, ada hal-hal sepele yang menunjukkan sekalipun saya hidup sendiri, tetaplah saya bagian dari masyarakat. Meskipun minor. Saya lalu ingat, betapa hampir bahkan tak pernah berinteraksinya saya dengan tetangga kos. Sibuk dengan dunia sendiri, sampai kadang-kadang tak sadar apa yang sudah terjadi pada kehidupan di sekeliling kita.

Ah, siapa tak rindu tinggal di kampung...

Oktober 24, 2014

Lupa Luka Lupa



Berbicara soal luka, salah bahwa saya hanya ingat bagaimana saya dibuat luka. Tapi lupa, bahwa saya juga pernah sebabkan luka.


Oktober 13, 2014

Flashback

Beberapa waktu yang lalu, pasca berakhirnya relasi dengan pria yang saya gadang jadi bapaknya anak-anak saya nanti, saya sempat bimbang mau diapakan blog ini. Mengingat banyak sekali tulisan yang isinya tentang dia, dia, dia, lalu dia lagi.

Kembali membaca beberapa postingan pastilah membuat jiwa raga pikiran ini tercabik-cabik. Tapi toh kemudian saya masih terus menulis, semacam selfhealing mungkin. Dan taraaa .... saya putuskan tidak menutup blog ini. Juga tidak membiarkannya berdebu bersarang laba-laba. Atau menghapus postingan yang terkait dengan pria yang pernah membuat saya bahagia itu. Bahkan saya bertekad akan makin sering menulis, yang meskipun wacana seringnya tetap jadi wacana sih.

Saya ingin terus menulis di sini, terus bercerita. Tentang apa saja. Walaupun kebanyakan soal perasaan saja :p. Hanya satu yang tercetus dipikiran saya, kelak saya akan punya anak. Rasa-rasanya, saya ingin meninggalkan jejak agar anak saya di kemudian puluhan tahun mendatang tahu betapa melankolisnya mamanya. Betapa menye-menyenya mamanya kala jatuh cinta, pun dengan patah hati. Karena siapalah saya. Tak akan ada yang tertarik menuliskan kisah hidup saya. Jadi, saya rasa satu-satunya cara ya hanya dengan menulis di sini dan terus menulis di sini. Mudah-mudahan, Yang Di Atas memberi banyak kesempatan pada saya dan anak bahkan cucu saya untuk membaca tulisan ini kembali bersama-sama.

Oktober 11, 2014

Perahu

Aku pernah bermimpi memiliki perahu. Perahu sederhana yang membuat penumpangnya bahagia. Gambar rancangan sudah kupunya. Tapi belum sampai aku punya perahu, gambar itu malah hancur tanpa ada repronya. Aku menangis sampai sesak nafas karenanya.

Aku masih bermimpi memiliki perahu. Kini aku kembali menggambar rancangan. Silakan kau simpan, karena aku percaya gambar ini akan aman. Silakan kau simpan, karena jika suatu saat perahu itu sudah selesai dibuat, kuserahkan padamu dan silhkan kau pimpin pelayaran.

Calon nahkoda, selamat datang.

September 10, 2014

Welcome, home!

Dan perjalanan mencari "rumah" itu tak pernah mudah.

Setelah sekian lama saya merasa tak punya "rumah", kehilangan "rumah", sekarang saya kembali memiliki "rumah". Yang benar-benar saya akui keberadaannya, saya terima apapun kondisinya.

Kini saya kembali merasa punya tujuan, tahu kemana harus pulang, tahu kemana beristirahat ketika lelah datang, tahu kemana meminta pertimbangan ketika ragu, dan -kembali- tahu apa yang saya harus lakukan kemudian.

"Rumah" yang semoga tahan badai. "Rumah" yang semoga selalu bisa menjadi tempat berpegang. "Rumah" sederhana yang semoga bisa membuat saya selalu merasa kaya.

September 02, 2014

Mengupayakan Kebahagiaan

Pagi ini saya random membaca blog tulisan dari orang lain, yang tidak saya kenal, bahkan juga tidak terkenal. Saya membaca banyak kisah, mulai dari sepele kisah keseharian sampai hal indah di luar nalar. Satu hal yang saya temukan, yang menghubungkan cerita-cerita yang saya baca, bahwa kebahagiaan memang harus diciptakan.

Yang harus dimulai dengan membahagiakan diri sendiri. Dan urusan membahagiakan orang lain menjadi kebih mudah ketika tuntas membahagiakan diri sendiri.

Tidak perlu mendengar kata orang untuk berbahagia. Karena masing-masing orang memiliki ukuran yang berbeda dalam berbahagia. Seperti anak kecil yang akan bersuka luar biasa dengan hanya menerima permen coklat favoritnya.

Maka pagi ini saya bersyukur kembali. Berbahagia dengan keadaan saya sekarang. Lalu berusaha tidak terlalu menggantungkan kebahagiaan pada orang -seperti.yang.saya.lakukan.dulu.pada.masmantan- dan bahwa kebahagiaan selalu bisa diupayakan.

Agustus 18, 2014

Merayakan Kebahagian

18 Agustus 2014
0.07

Saya selalu suka dimana saya akan bermalas-malasan saja ketika sebuah pekerjaan dan tanggungjawab istimewa selesai saya tunaikan. Seperti detik ini. Waktu yang saya nantikan sebelumnya, dimana hari berganti, sisa keriuhan pekerjaan tadi siang yang menempel di otak sirna, yang ada hanya saya dan pemilik saya.

Tenang dalam kegelapan, memasang headset kemudian mendengarkan lagu yang membuat hati tentram. Sekarang saya sedang mendengarkan All of You-nya John Legend dan mungkin akan berputar semalaman.

Cara saya memang begitu sederhana merayakan dan memaknai kebahagiaan.

Agustus 07, 2014

A Sky Full of Star

"Matanya aja kosong gitu. Lagu sedih ini." komentar rekan kerja di suatu sore ketika kami mengomentari video klip baru-nya Coldplay A Sky Full of Star. Videoklipnya sih menurut saya sendiri lucu, riang.

Benar. Chris Martin bercerai dari Gwyneth Paltrow beberapa saat sebelum album barunya -yang katanya curhatan dia- rilis. Full selabum sih memang terdengar mellow, begitu mencabik-cabik perasaan dan jiwa. Konon kabarnya, Chris Martin cintanya begitu besar pada sang istri. Beberapa lagu diciptakan dan ditujukan khusus untuk istrinya. Mereka berbahagia dan seperti pasangan lain tak ingin terpisah sampai maut akhirnya hadir.

Tapi cinta, memang rahasia. Tak bisa diduga. Ketika Fix You ditulis lalu menjadi alunan melodi nan memesona, Chris Martin tak pernah menduga bahwa kelak, bertahun-tahun kemudian dia dan sang istri yang memiliki cintanya, akan berpisah juga.

Juli 26, 2014

Singgah

"seringkali, kita harus singgah di suatu tempat, di suatu keadaan lebih dulu untuk benar-benar sampai ke tujuan kita."

Juli 20, 2014

Monolog Penyesalan

Aku bukan Tuhan yang bisa memberimu berkali-kali kesempatan. Setelah bahkan kau dustai Dia, berkali-kali juga.
Aku adalah orang yang hanya menyesalkan, setelah kau lewatkan kesempatan-kesempatan. Meski bahkan kau jungjung tinggi kesetiaan dan kepercayaan.

Juli 02, 2014

Repetisi Kehilangan

Repetisi kehilangan. Sakit yang berulang.
Seperti biasanya, menemukan celotehanmu seperti disebar garam diatas luka. Lalu aku akan lebih bahagia ditelan kesepian. Tak mendengar hiruk pikuk di luaran, karena di sana aku akan menemukanmu. Menemukanmu penuh rasa sakit mendalam. Senyatanya itu menyakitkan bahkan dari seujung jari lukaku sendiri.

Tiga

Benar.
Batas kesabaran kita masing-masing, ternyata di angka tiga.
Tiga yang bagiku menjadi penanda keseriusanmu dulu.
Tiga yang bagimu ternyata juga adalah batas keseriusanmu kini. Tak akan ada keempat kali bagimu.
Lalu mau apa?
Sudah berkali aku bilang aku belum bisa pulang. Lalu kamu datang mencoba memberi keyakinan. Kala aku gamang lalu kamu menghilang, katamu kamu lelah.
Cerita yang sama kembali berulang. Kamu datang, aku masih gamang, kamu hilang.
Dan sekarang untuk kesekian kali kamu datang, aku tetap gamang, kemudian kamu minta ijin menghilang.
Menurutmu apa yang sebenarnya bisa kupercaya lagi dari hal-hal yang demikian?
Namun, andaikatapun benar akhirnya kamu menyerah dan menghilang, aku paham.

Juni 07, 2014

Bongkar Buket Mawar


Buket mawar itu aku bongkar, lalu kurangkai lagi.

Benar katanya kalo cantik itu harus mau sakit, buktinya buket itu. Demi cantik yang kemarin sempat dielu-elukan banyak orang, ternyata setelah kubongkar ikatannya, banyak selotip yang ditempel. Sayang saja, kalau mawar secantik itu demi dirangkai harus dijalin berkelindan dengan selotip. Maka kubongkar dan kurangkai lagi di botol bekas sederhana.

Sekarang kuletakkan di bawah jendela, supaya apa? Aku juga tak tahu ... Yang jelas aku merasa harus melakukannya saja.

Sampai kapan? Sampai layu dan mengering mungkin.
 

Luka

Tak perlu mengurai luka,
biar luka aku pendam saja.

Tak perlu juga tahu seberapa besar itu luka,
bahkan pada dunia saja aku malu mengakuinya.

Tak perlu kau gugat waktu,
Karena waktu yang justru sembuhkan lukaku.



April 29, 2014

Kamu datang?

Kamu jadi datang?
Tak perlu mengingat atau menunaikan janjimu yang dulu, karena janji itu bersyarat waktu. 
Tapi jika benar kamu datang sekarang, aku mungkin bisa pulang.

April 20, 2014

Tidak salah kan?

Terkadang manusia selalu sibuk menyebutkan kekurangan manusia lainnya, sibuk mencari the right man, meski padahal the right man itu jelas-jelas tidak ada.
Tapi andaikata kamu seorang penakut, sehingga kamu mencari orang pemberani itu tidak salah kan?
Atau andaikata kamu seorang yang mudah bimbang, sehingga kamu mencari orang yang tegas itu juga tidak salah kan?


"......
Inilah kejujuran
Pedih adanya
Namun ini jawabnya
Lepaskanku segenap jiwamu
Tanpa harus ku berdusta
Karena kaulah satu yang kusayang
Dan tak layak kau didera
......"
~ Peluk/Dewi Lestari



Maret 05, 2014

Dua

"Selamat ulang tahun setahun kerja, mba.." Kata ibuk di tengah telepon rutin kami tiap akhir pekan. Bahkan saya sendiri tak terlalu ingat. Lebih tak perduli.

Satu tahun adalah waktu yang lama. Bagi siapapun. Pertumbuhan bayi begitu cepat dalam kurun waktu satu tahun. Satu tahun pun adalah waktu yang singkat. Bagi siapa saja yang amat menikmatinya. Begitu pun saya.

Sayangnya seringkali kebahagiaan seseorang tak bisa sempurna di semua lini hidupnya. Ada bagian lain dari kehidupan yang memaksa kita menyerah pada keadaan. Berdamai dengan rasa sakit, menerima rasa kecewa, berhenti berjuang lalu mengembalikannya pada semesta. Demi apa? Demi keseimbangan. Dan bukankah memang sudah begitu takarannya. Karena untuk memahami makna bahagia, kita harus menyecap juga rasa duka.



Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Maret 03, 2014

Lainnya

"...pastikan dia punya apa-apa yg kamu cari, dan tidak punya apa-apa yang menjadikan yang sebelumnya salah." Kata seorang sahabat.


Februari 27, 2014

Beda (Hujan Jakarta)

Jauh berbeda.

Bahkan dalam mimpi sekalipun kamu tak pernah lagi ada. Tak pernah hadir. Seolah-olah alam bawah sadarku pun mulai menolakmu.

Jakarta masih sering hujan. Dan sepertinya hujan Jakarta mulai mampu menghapus jejak rinduku atas kita. Maka semoga kala musim hujan telah habis masanya, sakit hati tentang kita sudah terhapus selamanya.

Lalu... apa aku akan bisa menerimamu kembali, tunggu saja setelah hujan Jakarta benar-benar reda.




Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Februari 17, 2014

Perempuan Pecinta Senja

Perempuan itu terpaku menatap senja yang hampir menghilang. Pandangannya nanar. Atas nama senja akhirnya ia menyerah. Meletakkan seluruh keyakinannya. Ia baru tersadar bahwa senja hanya mampu memberikan kegelapan, kelam.

Meski ia pernah bercerita ia begitu mengagumi senja, mencintainya sepenuh hati dengan penerimaan atas konsekuensi senja : malam.

Sayangnya, malam terlalu kejam. Perempuan itu tak cukup tangguh untuk berdiri di tengah malam, apalagi berjalan di tengah pekatnya malam. Senja membiarkan ia berkelana di sepanjang malam sendirian, sampai untuk bertemu senja keesokan hari.

Perempuan itu berusaha tegar, tertawa-tawa seolah tak takut malam. Berusaha menunjukkan dunia bahwa ia perkasa, yang akan mampu menaklukan malam. Sayangnya ia tetap perempuan. Yang kadang butuh dituntun di tengah malam. Yang seringkali butuh ditunjukkan jalan!

Dan senja tetaplah menjadi senja. Indah dan cantik untuk dikagumi, sayang terlalu sebentar untuk bisa dinikmati.



Februari 05, 2014

Takdir Waktu

"Apa namanya ya, ketika kamu merasa bahagia waktu berjalan begitu cepat sampai-sampai kamu begitu mengharapkan bisa menghentikan si waktu ini. Atau sebaliknya, ketika kamu tak nyaman bahkan membenci sebuah kondisi kamu ingin si waktu cepat-cepat berganti." Tanya Mentari. Matanya menerawang menatap petang. Semburat jingga berkilau di kedua mata bulatnya.

Sore itu tak banyak percakapan seperti hari-hari biasanya ketika kami bertemu. Dua jiwa saling menyayangi yang terpisah ruang. Kali ini Mentari banyak diam.

"Ketidakadilan waktu, Pa?" Tanya Mentari lagi lirih, nyaris bergumam.

Gadisku ternyata makin dewasa. Ia tumbuh secerdas Ibunya.

"Sama halnya ketika kita menunggu-nunggu sesuatu, waktu akan berjalan amat lama. Sementara sebaliknya ketika kita menikmati sesuatu waktu bergerak bahkan seolah seperti kedipan mata." Tambah Mentari lagi, sembari merapikan tas sekolahnya yang sebenarnya sudah rapi dari semula.

"Begitulah hakikat waktu, sayang. Takdir waktu memang relatif. Tak pernah pasti. Tergantung tafsir orang." Kataku. Kesedihanmu menusuk hati ayahmu ini, Nak.

"Berdamailah dengan waktu, Mentari." Kuelus kepala Mentari.

Mentari menarik napas lalu menghembuskan napasnya panjang. Perlahan mendekap tas sekolahnya dan berusaha membuat senyum yang paling indah yang dia miliki.

"Yasudah kalau begitu, aku pulang dulu. Papa titip salam buat Mama enggak?"

Tak salah kamu keberi nama Mentari. Kamu selalu berhasil menghangatkan hati Papa.

Perlahan aku mengangguk lalu berkata dengan suara yang kubuat senormal mungkin. "Tentu. Juga buat Om Doni. Sampaikan maaf Papa tidak bisa datang ke perkawinan mereka besok."

Mentari memberikan senyumnya sekali lagi. Sebelum akhirnya menghambur memelukku.

"Berdamailah dengan waktu, sayang. Karena waktu juga yang akan menjadi penyembuh luka paling ampuh. Itu sudah hukum waktu." Bisikku.


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Surat Nomer Tiga di Februari

Rumah Bapak

Dulu, dulu sekali aku suka sekali menyaksikan iklan cat dinding. Ttg animasi sebuah rumah. Aku membayangkan bahwa suatu ketika kamu -andai saja bisa- bercerita dan dibukukan ketebalannya mungkin melibih ketebalan KBBI.

Dua puluh tahun. Benar. Sudah duapuluh tahun, kamu menemani kami. Menjadi saksi apapun yang terjadi di keluarga kami. Bahkan semenjak kamu belum terlihat selayaknya rumah. Kamu sendiri ingat pasti, bagaimana susahnya bapak ibuk ngangkatin papan sebagai pintu sementara. Berlantai tanah. Prihatin. Benar-benar belum berupa rumah, kamu kala itu.

Dulu, aku selalu membayangkan tidak lama lagi akan punya rumah utuh tiap kali bapak bongkar kamu sana-sini. Meski kenyataannya 20 tahun kemudian masih saja belum jadi! Masi saja harus bongkar sana bongkar sini. Entah kapan kamu bisa jadi selayaknya rumah orang-orang di luar sana. Utuh, sudah benar-benar jadi, dan bagus. Mengingat keinginan bapak yang bermacam-macam, aku bahkan tidak yakin kamu akan utuh seperti di bayangan masa kecilku semula.

Tetapi lambat laun, kian tahun, kian pula aku paham. Bahwa sejatinya rumah, kamu, bukan semata soal bentuk fisik. Nyatanya seburuk apapun kamu, sebelum jadi apapun kamu, kamu telah menjadi kebanggaan kami.

Menjadi saksi kebahagian dan duka kami. Kamu mendengar teriakan, makian, tangisan, tawa, bahkan bisikan yang sejatinya hanya kami sampaikan kepada Tuhan. Lalu andaikata ada orang menanyakan rahasia kami, aku yakin kamulah yang paling tahu!

Yang pasti, kamulah alasan kami pulang. Selalu menjadi tujuan kami pulang.


Salam,
Alina -gadis pertama Bapak-

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Februari 03, 2014

Surat Nomor Dua di Februari

Kepada Ibu Atut

Ibu dimanapun pasti ingin selalu membahagiakan anak-anaknya. Tak ingin membuat anaknya berkekurangan. Tak ingin membuat keluarganynya berduka. Bahkan ingin selalu memberikan kemudahan bagi anak-anaknya. Bagaimanapun, takdir kasih ibu memang sepanjang jalan.

Saya seorang anak, dan saya paham pasti pengorbanan seorang Ibu demi kejayaan anak-anaknya.

Tapi bukankah tetap tak boleh ada pemakluman saat melakukan kecurangan, demi anak sekalipun??

Apakabar Ibu? Apa Ibu sehat? Sudah bersyukurkah Ibu hari ini? Terkadang, karena lupa bersyukur membuat hidup kita terasa berat.

Apa anak-anak Ibu masih sering berkunjung? Semoga kasih mereka tak pernah putus sebagaimana kasihmu bagi mereka.

Ibu juga tentu rindu cucu ya, Bu? Seperti nenek saya, yang selalu menanyakan saya tiap bertemu oang tua saya. Saya yakin Ibu pasti juga begitu. Rindu pelukan cucu-cucunya, rindu digandeng cucu-cucunya. Katanya kalau sesorang sudah punya cucu segala hal akan dilakukan demi cucunya, bukan lagi demi anaknya. Nah, demi cucu-cucumu Bu. Menyerahlah. Berhentilah.

Bagaimanapun semua ada masanya, bisa jadi masa kuasamu memang sudah sampai di sini. Tak perlu ngotot. Tak perlu kekeuh. Biarkan cucu-cucumu besar dengan kuasa mereka sendiri. Biarkan mereka dewasa dengan cara mereka. Tak perlu ikut campur lagi, Bu. Istirahatlah, Bu.


Salam
Alina, seorang anak.



Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Februari 02, 2014

Menikmatimu

Lihat langit di atas selepas hujan reda
Dan kau lihat pelangi
 
Gadis itu menatap ke jendela. saat sederhana itu telah mengekalkan kecantikannya di otakku.
 
Seperti kau di sini hadirkan sriwedari
Dalam suka duniawi
Dan kita berpijak lalu

Kau merasakan yang sama sepertiku

Ia lemparkan senyumnya, lalu sedikit kerling manjanya. merajuk.

Suara hati kita bergema melantunkan nada-nada 


Ia lalu bercerita tentang apa yang terjadi padanya pagi tadi. sepatunya yang kotor kena lumpur sisa hujan semalam sampai hasil diskusi dengan sahabatnya tentang masa depan karirnya.

Melagu tanpa berkata seperti syair tak beraksara

Ia merajuk lagi saat ia merasa tak diperhatikan. memukul pelan lenganku sambil mengomel.
"katamu tak suka dikomentari. katamu hanya ingin didengarkan?" kataku memperhatikan bulu-bulu matanya.
Gadis itu merengut. Bibirnya digerakkan ke kiri ke kanan tanda gemas.

Lihat fajar merona memandangi kita
Seakan tahu cerita 
Tentang semua rasa yang ingin kita bawa 
Tanpa ada rahasia

Sore ini, gadis itu begitu berbinar ketika menyicip es krim favoritnya. berkali-kali ia bilang es krim adalah penetralisir perasannya. ia tertawa berkali-kali. tawa yang mungkin untuk merayakan sesuatu. 
"apa yang terjadi?" tanyaku.
"tidak ada. aku hanya ingin tertawa saja." katanya.
ia tertawa lagi. tawanya kembali menggelitik hatiku.
 
Dan kita melangkah untuk 

Lebih jauh lagi, lebih jauh lagi

"ayo jalan-jalan?"
aku terdiam. untuk pertama kalinya dan akhirnya.
"jadi?" tanyanya.
aku mengangguk. dalam hati bersorak. 

Suara hati kita bergema melantunkan nada-nada
Melagu tanpa berkata 
Irama hati kita bernada, merayu tanpa bicara 
Melagu tanpa berkata seperti syair tak beraksara
Seperti puisi tanpa rima, seperti itu aku padamu 
(Setapak Sriwedari_Maliq and D essentials) 



Surat Cinta Nomer Pertama di Februari

Kepada Alina di 10 Tahun Mendatang

Kepada Alina yang sudah jadi ibu...
Selamat siang Alina, bagaimana kabarmu?
Apa kau bahagia hari ini? Sudah berapa kali kau elus rambut anakmu hari ini? :)
Oiya, apakah ia bermata bulat seperti matamu? Atau berpipi gembil seperti pipimu? Eh sudah berapa anakmua?

Kepada Alina yang sudah jadi istri...
Masak apa hari ini Alina? Apakah Suamimu makan dengan lahap. Apa hari ini ia sudah mengecup keningmu. Nah yang lebih penting sih, siapa dia Alina? Siapa dia yang dengan berani datang seorang diri menemui bapakmu lalu memintamu menjadi teman hidup, berbagi bahagia dan nestapa bersamanya. Ah siapapun dia, semoga ia mampu membimbingmu! Saling menjadi "rumah" bagi satu sama lain.

Kepada Alina yang sudah jadi menantu...
Bapak Ibu apakabar Alina? Sudahkah hari ini berbincang dengan mereka. Lalu adekmu? Sudah berapa anaknya?
Lalu apakabar mertuamu? Semoga kalian bisa kompak menjadi satu keluarga ya. hahaha

Nah Alina, kudoakan semoga kau berbahagia selalu. Kalaupun ketika kau baca ini kau sedang bersusah hati, bersabarlah. Kesedihan menyeimbangkan kehidupanmu. Bersabarlah bahwa semesta tidak menutup mata atas kesedihanmu!

Pesanku Alina, bersyukurlah! Sesungguhnya itu kunci kebahagiaan hidupmu.


Salam,
Alina Muda.



Januari 22, 2014

Bagaimana Sukab?

Yang masih aku ingin tahu, setelah mendapatkan balasan kejam dari Alina apakah Sukab masih cinta?

Januari 21, 2014

Selamat Datang Kembali!

Selamat hari Selasa, dan selamat merayakan apapun di hari ini!!

Seperti saya. Saya sedang merayakan kebebasan saya (kembali)! Saya sudah tahu apa yang hendak saya lakukan tahun ini, tahun depan, dan tahun depannya lagi. Bahkan di tahun-tahun selanjutnya.

Kepada seorang sahabat saya sampaikan, tidak -belum- ada target atau goal apapun tahun ini, setelah target -mimpi- besar saya di dua tahun kedepan dimatikan paksa.

Saya dan nanda bercerita banyak hal. Dan dia mengingatkan saya kepada salah satu keinginan saya yang entah mengapa sempat saya lepas dulu. Sekolah lagi. Ting! Benar juga. Setelah target besar saya -nampaknya- sudah lebur, saya perlahan ingin membangun harapan baru. Sekolah lagi! Tahun depan. Atau kalau belum cukup nabungnya, tahun depannya lagi! Hahaha.

Dan tahun ini, saya bertekad, akan saya isi dengan jalan-jalan. Ke mana saja. Sepunya duitnya. Hahaha! Untuk mengenali (mencintai) diri saya sendiri (kembali)!


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT