Desember 30, 2013

A Quarter Life Reminder

Mungkin tahun depan akan menjadi tahun yang berat. Bagi saya. Mencoba membangun kembali mimpi, angan-angan yang hancur setelah sebelumnya saya pegang teguh erat-erat, bukan perkara mudah.

31 desember hanya mengingatkan saya bahwa keesokan harinya, di bulan dan tahun yang baru, sudah semakin dekat ke hari lahir saya. Dan tahun depan akan seperempat abad usia saya.

Apa yang istimewa? Tidak ada.
Hanya saja, dulu... dulu sekali... saya pernah berangan-angan bahwa di usia itu saya sudah berkeluarga, punya anak bersama kekasih saya. Ternyata memang masih angan-angan.

Sekarang saya sudah meletakkan keinginan itu, mengembalikan kepada semesta. Menyerahkan kepada Pemilik Alam.

~ Sejatinya Yang Di Atas senantiasa memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.


Desember 12, 2013

Percakapan

"Kamu masih suka nulis, mbak?" Tanya Bapak di sore kemarin ketika saya telepon.
Saya hanya tertawa, nyengir.
"Masih sih, tapi jarang."

tapi impian saya masih sama kok, Pak. Jadi penulis.


November 20, 2013

Bahagia? Biasa saja.

Sudah delapan bulan saya menjadi bagian dari sebuah show televisi. grudak-gruduk (seperti sifat asli saya sudah pasti), cemas, tegang, bahkan sampai lupa pipis. kemudian di antara konsentrasi memegang prompter, pikiran saya meloncat-loncat sembari menyaksikan tayangan pada hari itu. tentang saya, tentang saya, dan tentang saya sendiri.

dan siang tadi, disela-sela combreak yang hanya tiga menit itu, tiba-tiba muncul pertanyaan apakah saya akan berbahagia atas apa yang akan saya dapatkan berdasarkan apa yang saya idam-idamkan saat ini. semisal apakah saya akan bahagia bila menikah dengan pacar saya yang sangat menyayangi saya itu, atau apakah saya akan bahagia bila berhasil menjadi produser (ups ;p), atau apapun yang saya dapatkan nanti atas apa yang saya inginkan sekarang.

biasanya sih, rasanya biasa saja. ibarat kita mendaki gunung (kalau kata anak-anak pecinta alam) jika sudah sampai puncak rasanya bahagia sih, tapi ya biasa aja. atau ketika kita mengingnkan suatu hal (saya!), setelah saya dapat ya sudah biasa aja. bahagaianya ya begitu saja.

bisa jadi perasaan luarbiasa itu ketika menjalani prosesnya.

atau ketika menjalani detik demi detik step-stepnya.

ya, bisa jadi begitu sih.

jadi... ya jadi... mungkin itulah penyebabnya kenapa manusia terus berkeinginan, tidak pernah puas, terus mengidamkan sesuatu. setelah dapat ini, mau itu, lalu ingin yang demikian, kemudian mendamba yang begitu, de es be de es be. bisa jadi begitu...


November 11, 2013

Sederhana Saja

Sedari kecil saya terbiasa peka dengan kondisi sekitar. Ingin ini itu tapi cenderung takut meminta, takut orang tua saya tidak kuasa. Mulai dari hal remeh temeh, sampai hal besar luar biasa bagi saya.

Hingga saya dewasa, sifat itu masih melekat erat.

Saya paling takut meminta. Takut pada akhirnya membuat mereka terluka karena tak mampu memberikan apa yang saya maui. Sepeda bekas, tas dan sepatu sekolah seharga seadanya, gadget tak pernah yang termutakhir, semua saya terima apaadanya.

Suatu ketika diumur saya yg masih belasan, selepas daftar ulang di kampus sebagai mahasiswa baru, saya dan bapak saya berputar mencari kos. Dari yang bagus sampai sederhana. Lalu ketika saya menemukan sebuah kos, yg saya pikir nyaman nyatanya bapak mengharapkan pengertian saya bahwa ongkosnya memberatkannya. Dengan berat hati tentu setengah kesal hati, saya menerimanya. Saya bukan anak pemaksa yang segala keinginannya harus terpenuhi.

Saya yakin dunia akhirat kalau saja bisa, mereka bahkan akan memberikan seisi semesta pada saya. Sayang kemampuan manusia ada batasnya.

Lalu di kemudian hari, jika dari mereka saya mendapatkan apa yang benar-benar inginkan, saya bahagia tapi setengahnya saya cemas. Tak enak hati, apa bener itu tidak memberatkan mereka. Saya, tentu tak mau jadi anak durhaka. Yang memberatkan orang tua, meski sering kali entah dengan atau tanpa sengaja tak luput menorehkan luka di hati mereka.

Maka impian saya hanya sederhana, saya ingin tinggal dekat bersama mereka. Berbagi hasil jerih payah saya. Bisa menemui mereka kapan saja ketika rindu melingkupi mereka. Membuatkan teh panas bapak saya kala magrib menyapa, memijit kaki ibuk saya kala ia ketiduran di ruang keluarga.
Sederhana saja.



Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

November 05, 2013

Surat Cinta Ayah pada Anaknya



".....
Mungkin inilah waktu itu, ketika pada akhirnya ayah tak mampu menghiburmu. tak bisa seperti dulu, kala ayah berikan boneka beruangmu dan seketika berhentilah tangisanmu.
Inilah waktu itu, ketika es krim tak mampu lagi mengembalikan senyum manismu. dan inilah waktu itu, kala coklat yang meninggalkan jejak berderet di gigimu, tak cukup mampu meredakan sakit hatimu.

Sayang, cinta selalu memang penuh resiko. Dan cinta tak pernah semudah yang kita kira. Itulah kehidupan sebenarnya. sebagaimana yang kau lihat pada diri ayah ibumu. puluhan tahun kami bersama tak selamanya selalu seia sekata. bertahun-tahun bersama bukan berarti ayah tak pernah membuat ibumu berduka. tetapi karena memang tak ada cinta yang sempurna.


Satu saja pesan, ayah... sakit hatilah secukupnya. berdukalah sewajarnya. Berdamailah dengan waktu, hanya waktu yang mujarab menyembuhkanmu...."



*gambar dari sini

Oktober 09, 2013

Karma

Kalo kata dia, namanya karma. Ketika ia diantara dua perempuan yang tak bisa dilepaskan dua-duanya, dan pada akhirnya tak pernah didapatkan pula bahkan satu diantaranya. Itu dulu, sesuatu yang ia janjikan tak akan pernah ada kedua kalinya, janji pada saya dan yang penting janji pada dirinya sendiri.

Kalau menurut saya itu balasan. Yang memang sudah sewajarnya.

Saya selalu meyakini bahwa hidup itu hanya lingkaran causalita. jadi begini karena begitu, jadi begitu karena begini, dan seterusnya. Apa yang ada sekarang adalah yang kita tuai dari benih yang sudah ditanam. Maka sudah sewajarnya, ketika dulu ia mengobarkan bara pada dua perempuan di saat yang sama terbakarlah dia, hanguslah semuanya.

-------------
Itu hanya pengantar sebuah cerita lain tentang relasi dua manusia berjenis kelamin berbeda.
Seorang lelaki merana karena dicampakkan kekasihnya dengan berbagai alasannya. Tidak ada yang salah. Mereka hanya mengikuti kehendak alam. Semesta menghendaki mereka sempat bersama meski (tanpa sengaja) mengorbankan hati lain yang bisa jadi tak tahu apa-apa.

Maka jika kini akhirnya mereka tak lagi bersama, tentu juga adalah cara semesta. Apakah dia pantas mengumpat? memaki dunia? Tentu saja. Tapi mungkin ia tak pernah mengira bahwa sepotong hati lain yang telah dikorbankannya bisa jadi pernah melakukan hal yang sama, marah pada dunia. Mungkin layaknya Bruno Mars yang sampai menyumpahi kekasihnya : tell the devil I said 'hey' when you get back to where you're from

Lalu apakah cerita ini akan berakhir layaknya novel-novel picisan lainnya, dimana sang putri akan berbahagia selamanya dengan pangeran pilihannya? Tentu rahasia semesta. Tapi sekali lagi bukankah hidup itu hanya rentetan hubungan kausalita?



September 21, 2013

Kertas

Adalah perjalan yang panjang dari batang pohon hingga ia bisa sampai ketangan manusia, menjadi kertas, yang bebas untuk dicorat-coret. Lalu usai, dibuang begitu saja. Padahal konon (yang saya yakini juga sih) penggunaan selembar kertas mengancam kehidupan bumi dan kesejahteraan anak cucu kita.

Dulu dulu saya masih acuh. Tp sekarang semenjak saya bekerja rasa-rasanya melihat kertas berakhir begitu saja, sekali dua kali pakai, rasanya miris. Bersalah dan berdosa!



September 05, 2013

Sukab pacarnya Alina

Saya kenal Sukab belum lama, meski ia sudah terkenal sejak 1993. Tadinya saya abai begitu saja, sampai di suatu ketika saya terkejut mendengar nama saya disebut di awal pembuka sebuah pementasan teater.

"Alina..."

Saya ingat sekali, saya langsung deg-deg-ser disapa seperti itu.

oleh Sukab.

Sukab yang itu adalah kawan dari jurusan lain di kampus saya.

Pementasan teater itu berupa monolog dengan naskah berjudul "Sepotong senja untuk pacarku". saya baca selebarannya. Dan ternyata jeng jeng jeng... pementasan itu berangkat dari naskah cerpen Seno Gumira Ajidarma berjudul sama. Sebagai anak seorang guru bahasa Indonesia (halah), saya cukup tau siapa Seno, tapi sejujurnya saya tak pernah menikmati karya-karyanya. Apalagi naskah tentang si Alina ini.

pada detik setelah pementasan itu saya langsung google mencari tentang si Sukab ini. dan ow ow ow.... saya yang kebetulan bernama sama langsung bangga membaca cerpennya. seolah-olah, cerpen dalam kemasan surat itu memang ditujukan pada saya. apalagi pada bagian si Sukab memotong senja lalu dimasukkan ke sakunya, sampai dikejar-kejar polisi segala, sampai ahh... rasanya-rasanya senja iu memang untuk saya.

Lucunya, surat si Sukab ini ternyata di balas oleh Alina, setelah beberapa tahun kemudian. Alina-nya si Sukab lho. bukan saya, hehe

Semalam saya tanpa sengaja menemukan akun twitter si Sukab. antusiaslah sudah pasti. apalagi bio-nya nyebut Alina-alinanya. haha. saya jadi deg-deg-ser lagi. saya telat yah taunya? ya biar saja... yang penting nama saya ada.




"..... Keindahan berkutat melawan waktu dan aku tiba-tiba teringat padamu.
“barangkali senja ini bagus untukmu,” pikirku. Maka kupotong senja itu sebelum terlambat, kukerat pada empat sisi lantas kumasukkan ke dalam saku. Dengan begitu keindahan itu bisa abadi dan aku bisa memberikannya padamu.
......"
itu bagian favorit saya.



September 03, 2013

#bahagiaitusederhana

seorang sahabat bercerita, diantara waktu yang seharusnya bahagia ia justu merasa sebaliknya. Ia berprestasi, sayangnya ia merasa tak bahagia. ia punya kesempatan luas, sayangnya ia justru merasa tak bisa berbuat apa-apa.

manusia konon makhluk yang tak terbatas kepuasannya. tak pernah merasa cukup, selalu meminta lebih, mencari lagi dan mencari lagi. Tidak diberi protes, diberi ini minta yang itu, diberi yang itu ngiri yang sana, lalu seterusnya-seterusnya dan seterusnya.

kalo kata bapak saya dulu, dulu sekali saat saya masih kecil saat saya hanya bisa iri melihat teman saya punya sepeda baru, atau kawan saya yang motor orang tuanya keluaran terbaru sementara bapak saya hanya punya motor antik tua dan cuma satu, "lihat ke bawah. berkaca pada yang dibawah." kita pasti akan merasa lebih beruntung.

tiap orang memiliki takaran kebahagiaan yang berbeda. mungkin itulah Tuhan menyuruh manusia bersyukur, bersyukur, dan bersyukur.


dan pada akhirnya, saya mungkin harus mengikuti mainstream pake #bahagiaitusederhana
=)

September 02, 2013

Sajak kepada Pemain Peran

Sepasang pemain peran seperti sedang beradu akting.
Menjalani ritual menempuh separuh tradisi pernikahan,
lamaran.
Kamera membidik
tawa mencair, dialog pun mengalir.
Entah itu asli entah itu sekedar akting.

Sepasang pamain peran lainnya telah sah menjadi pengantin.
Benarkah mereka tidak sedang berakting?
Membuat resepsi manis di atas hamparan pasir.
apa ikrar yang terlontar tidak hanya sekedar setting?

Karena siapa tahu, kita
sedang salah menafsir.


**

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Agustus 30, 2013

Jurnalis

"Harusnya kamu jadi reporter dong..."

Sudah tak terhitung saya mendengar opini orang terutama teman kantor setelah tahu background pendidikan bahkan pengalaman selama kuliah. Lulusan komunikasi, jurnalistik dan aktif di pers kampus. Harusnya memang tak ada alasan untuk tidak kemudian menjadi jurnalis.

Lalu apakah saya merasa salah jurusan? Tidak juga. Saya merasa ada di jalur yang tepat. Hanya saja saya merasa belum tepat jika kemudian harus menjadi kuli tinta.

Bahkan Rosihan Anwar menjadi besar sebagai seorang Jurnalis sampai akhir hayatnya karena dia pasti memiliki keinginan itu. Saya? Belum tumbuh keinginan itu.

Jadi santai kaya di pantai lah...
:)


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Duapuluh

Dek, aku selalu bersyukur bahwa kamulah yang ditentukan Tuhan lahir dari rahim ibuk setelah aku. meski kadang berharap juga gita gutawa bisa menjadi adekku.
Aku selalu bersyukur atas 20 tahun kehadiranmu menjadi pernik warna-warni bagi kehidupan kami, aku ibuk dan bapak.

Ah, betapa cepatnya waktu berlalu. Rasanya dulu aku masih kuat menggendongmu keliling dandangan. Badanmu agak demam sore itu.
Aku pun masih bisa memelukmu rapat ketika petir tiba-tiba menggelegar, sekarang bahkan baju-bajumu terlalu besar untuk kupinjam.

Kamu memang tak harus percaya bahwa tak pernah sekalipun berpikir aku ingin punya adek laki-laki. Tak pernah terpikirkan punya adek selain kamu, meski kadang kamu mengesalkan. Tapi kukira itu wajar, karena manusia memang tak sempurna. Sebagaimana kamu kesal setengah mati menghadapi kelakuanku yang sewenang-wenang dan jahat itu. Hahaha

Toh, kita tetap saling menerima. Sering seia memandang dan menghadapi persoalan di depan kita. Selalu ada maaf terulur bahkan sebelum kata maaf itu terlontar.

Dua puluh tahun dek. Maaf jika tak pernah ada kado di hari ke 29 bulan agustus selama 20 tahun itu. Tak pernah ada kue, tak ada surprise, atau tiup lilin. Di keluarga kita itu memang tak budaya. Bukan apa-apa, tapi kalau saja bisa pasti bapak ibuk akan mengutamakannya. Tapi bukankah selalu ada yang lebih perlu daripada sekedar ingin.

Yang pasti akan selalu ada doa teruntui di usai solat kami, atasmu.


Selamat ulang tahun sayang,
Jangan takut
Temukan dan nikmatilah duniamu!


Jakarta, 30 Agustus 2013


Agustus 28, 2013

Lonceng

Kamu merasa hidupmu sedang berat, Al? Mungkin kamu lupa bersyukur.

"Fabiayyi' ala irobbikuma
tukadziban"
~ Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan (QS. Ar Rahman)

Dan bukankah Tuhanmu juga Ar Rahim?



Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Agustus 22, 2013

Di Sini Lagi

Dan disinilah saya sekarang. Di ibukota lagi.

Sedari jaman kuliah saya tak pernah suka balik dari rumah lalu sampai ke perantauan tak ada aktifitas. Karena apa? Karena saya hanya bisa "nglangut" merasakan betapa bedanya hari ini saat saya sudah kembali ke perantauan dengan hari kemarin saat saya masih di rumah, makan masakan ibuk saya sembari mendengar cerita bapak dari sekolahan.

Lalu harus bagaimana. Beraktifitas dan bergerak, agar gundah hilang sudah. Halah.

Selamat kembali ke dunia nyata...


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Agustus 19, 2013

Pulang

Saya pulang, pulkam, mudik, entah apapun itu namanya saya akhirnya kembali ke rumah.

sejak lima tahun yang lalu saya mulai paham makna kata pulang. sejak saya mulai tinggal sendiri sebagai anak perantauan. pulang bukan hanya kembali ke rumah. pulang berarti kembali ke titik awal kenyamanan. dan kenyamanan saya ada diantara kedua orang tua dan adek saya. betapa bermaknanya pulang bagi saya yang memang pada dasarnya anak rumahan.

saya anak rumahan. saya tak suka beraktifitas di luar rumah. semenjak kecil, saya lebih suka bermain rumah-rumahan dengan adek saya, atau masak-masakan di halaman belakang. maka di tiap kepulangan saya ke rumah, jika tak ada sesuatu mendesak yang membuat saya ke luar rumah saya tak akan beranjak. saya lebih suka disambangi dari pada meyambangi. kata ibuk sih saya anaknya malesan. mungkin bisa jadi.

lalu apa yang saya lakukan di rumah, berhari-hari? tak ada. saya begitu menikmati keheningan, jauh dari kebisingan. mungkin balas dendam saya pada keriuhan dan hingar bingar yang sebelumnya saya rasakan.



Agustus 12, 2013

Lelaki yang Cintanya Tak Terbatas


Dia begitu sederhana. sesederhana ia menjalani kehidupan, sesederhana pula ia melihat dan membagi cinta. ia tak pernah mengumbar kata cinta. cintanya disampaikan berupa sms singkat di kala pagi, atau pelukan singkat sebelum ia melepas keberangkatan para gadisnya.

Lelaki ini adalah orang pertama sekaligus terakhir yang memastikan para gadisnya berbahagia, merasa hangat di kala dingin, merasa dicintai kala sendiri, merasa bahagia saat kurang. Ia tak bisa memberikan kemewahan bagi para gadisnya, tapi bekeras bahwa gadisnya tak boleh (merasa) berkekurangan. diajarkannya rasa syukur sejak para gadisnya mulai lahir kedunia.

Ia merasa para gadisnya bukan miliknya. para gadisnya adalah milik semesta. ia membiarkan para gadisnya berbuat sesuka mereka, membuat mereka melihat warna-warni dunia, merasakan manis getir semesta. membebaskan mereka berkarya, menjadi bagian dunia. maka jika tahun-tahun sebelumnya ia bisa memeluk kedua gadisnya saat suara takbir menggema di seluruh penjuru kota, tahun ini ia ia harus rela hanya bisa mencium pipi satu gadisnya saja. 

Dan 11 Agustus lalu, pada saat seharusnya ia merayakan hari jadinya, ia pun rela berada jauh ribuan kilometer dari gadisnya juga harus rela melepas satu gadisnya demi meretas mimpi mereka.


 













happy birthday my beloved dad
stay healthy. may Allah blessed you. Always.
aamin

Jakarta, 12 Agustus '13

Agustus 09, 2013

Hari Raya

Maka kemarin saat takbir bersahutan apa yang kau rasakan?

Saya menyebutnya konsekuensi. Benar, lebaran kali ini memang bentuk konsekuensi atas mimpi saya dulu. Dulu sekali, bertahun-tahun yang lalu yang masih berseragam putih biru. Pun adalah bentuk relasi causalita atas pilihan saya sebelumnya.

Sedih? Tentu saja. Tapi bahagia? Bisa juga. Bahwa saya, berani melakukan sesuatu tak biasa, meraih kesempatan yang ada, merasakan ini itu yang belum tentu semua orang bisa merasakannya.

Sejatinya, yang dijalani dengan kerelaan segenap hati selalu terasa lebih mudah bukan?



Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Juli 20, 2013

Tentang Berakhirnya Euforia

Sebenarnya apa tujuan orang bekerja? Uang? Tentu saja. Eksistensi? Sudah pasti? Atau sekedar mengisi waktu luang saja? Entahlah. Ada banyak alasan bagi tiap orang untuk bekerja, sebanyak bintang di langit malam sana.

Inilah saya, di empat bulan awal saya menjejak kaki di ibukota menjadi karyawati di sebuah industri media. Jauh dari orang tua, juga kekasih hati saya. Baru empat bulan saja. Tentu belum dapat apa-apa. Semua stress dan tekanan tak berarti karena saya bahagia, antusias dalam bekerja.

Kini, berlarian pemikiran dalam otak saya. Buat saya sendiri, sebenarnya apa yang saya inginkan dari bekerja? Euforia bekerja membuat saya lupa pada mimpi dan angan saya. Saya jadi lupa pada peta tujuan hidup saya semula. Sehingga, ketika saat rasa pahit terasa setelah rasa manis, frustasi yang mulai sering muncul setelah perasaan hangat dan bahagia euforia bekerja, saya merasa seolah kehilangan arah. Apa yang sebenarnya saya cari dalam pekerjaan saya.



Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Juli 19, 2013

Nabung

Pekerjaan termudah sekaligus tersulit adalah menabung. Rasa-rasanya, amat sayang menyisihkan pendapatan untuk disimpan dan dikumpulkan. Padahal, kalo dipikir-pikir pada akhirnya uang itu juga buat kita sendiri.

Ah, memang yang paling susah itu komitmen.




Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Juli 16, 2013

Oase

hijau, biru, merah, kuning, biru, putih, ada begitu banyak yang hendak dibagi. sampai-sampai aku sendiri lupa, tak tahu lagi apa yang sebenarnya hendak kubagi.

aku rindu menulis. aku rindu mimpi menjadi penulis.

Juni 23, 2013

Romantismemaya #3

Kamu datang dalam teleponmu sore ini, "jadi aku jemput ya..."
Aku hanya bisa menelan ludah, membenarkan dugaan atas kegamangan menerima teleponmu.
"Sekarang nggak mau lagi ya jalan sama aku..." Katamu lagi.
"Bukan gitu..."
"Tapi nggak mau diajak jalan." Tegasmu.
Aku hanya terdiam.
"Kamu tahu pasti alasanku..."
"Dan kamu lebih paham perasaanku, juga perasaanmu sendiri."
"Dan kamu nggak mau tahu perasaan orang lain diantara kita."
Kamu terdiam. Seperti katamu, aku memang jahat. Padamu. Dan meski pada hatiku sendiri.

Kita ibarat orang yang bertemu di shelter. Pemberhentian sementara. Yang kebetulan shelter itu membuat kita sama-sama betah dan nyaman. Hingga kita hampir lupa bahwa ini hanya shelter, pemberhentian sementara. Bukan tujuan kita. Kamu akan tetap ke rumahmu. Dan aku kembali ke rumahku.

Maka sebelum kita terlalu jauh hingga lupa rumah kita masing-masing, sebaiknya kita hentikan. Karena sampai kapanpun, shelter tetaplah shelter, pemberhentian sementara.



Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Mei 30, 2013

Jakarta Jilid Berikutnya


Fix. saya kebagian libur hari jumat dan sabtu. gimana rasanya libur saat yang lain belum libur? biasa aja sih. hahaha
yang pasti, saya tak merasakan "i hate Monday" seperti pegawai pada umumnya yang memulai aktifitas banting tulang di hari Senin. saya justru "i hate Sunday"

Btw, sudah tiga bulan lebih saya di ibukota, dan belum pernah pulang sama sekali. apa rasanya? luar biasa! saya tak pernah merasa rindu rumah serindu ini sekaligus nyaman di kota orang senyaman ini. saya ingat sekali, bagaimana dulu waktu saya jadi perantau di Solo pertama kali. butuh waktu hamnpir berbulan-bulan, bahkan mungkin tahunan sampai saya benar-benar betah di Solo. rasa ingin pulang melebihi apapun.