Juni 19, 2016

Hati-hati Kalau Jatuh Cinta

Malam ini saya ingin sekali menulis(mengetik!) atau bercerita sih lebih tepatnya. Barangkali mendengar suara bapak beberapa menit yang lalu melalui sambungan telepon, membangkitkan alam bawah sadar saya, membangkitkan gairah saya untuk menulis, bercerita.

Lalu saya buka playlist, memilih sebuah lagu berharap mendapatkan inspirasi. Berdasar apa pemilihannya? Acak. Satu lagu, saya putar beberapa kali… Andai aku bisa…

Yes. Andai aku bisanya almarhum Chrisye. Saya diam beberapa saat meresapi lagunya. Tadinya berusaha membayangkan ini lagunya sebenernya menceritakan apa sih. Awalnya saya berniat mengintrepatasikan kembali (yes, kalau saya cara termudah menulis fiksi itu adalah dengan reintrepetasi lagu! Haha).

Sampai berulang kali lagu berakhir dan mulai lagi, saya tak kunjung mampu membayangkan. Karena malah baper (ea) haha. Jadi, kalau ada si A yang masih mencintai B, padahal B sudah punya C walaupun dia masih ada rasa sama si A itu yang salah siapa dong. Yang jahat siapa. Saya sih nangkep lagu ini soal kisah cinta sesorang yang masih mencintai seseorang yang sudah punya sesorang.
Saya langsung iseng nanya sama partner, dia lagi main game di sebelah saya. "Memang ada ya orang yang kaya gitu?"

Mei 19, 2016

Mbak, Carikan Aku Calon!"

“Mbak, carikan aku calon!” Rekan kerja saya tiba-tiba berkata demikian. Saya rasa, dia sudah terlampau desperete dalam pencariannya mencari istri. Di pertengahan tiga puluh-nya sekarang, dalam kurun waktu lima bulan terakhir dia mengaku sudah menjajaki empat perempuan yang didamba menjadi pacar dan calon istri. Sayangnya tidak ada yang cocok, akunya.

Mei 05, 2016

Amanah

And the story begin...

"Jadi gimana rasanya?"

Akhirnya pertanyaan absurd ini saya terima juga, begitu masuk hari pertama pasca cuti menikah. Yang nanya absurd, dan jawabannya juga pasti absurd! Haha.

Nah, lalu saya menikah. Sama seperti orang tua saya, kakak sepupu saya, sahabat saya, kawan lama saya, kawan baru, juga jutaan manusia di belahan dunia lainnya​ yang punya pasangan sah. Alhamdulillah.

Akhirnya juga saya bisa bercerita di sini. Yang saya harap-harapakan dari lama dan kesampaian itu semacam... "wow ini beneran enggak ya?" Batin saya tiap hari bangun dan nemu ada laki bobok mendengkur dengan damainya di sebelah saya. Haha.

April 04, 2016

CITA-CITA

Rasa-rasanya, sudah beberapa kali saya hidup sebagai manusia yang tak punya cita-cita. haha! Salah satunya sekarang ini. ​Bagaimana rasanya? Bagi saya yang apa-apa terencana dan terplanning, hidup tanpa cita-cita semacam  hidup yang "easy going". Santai kaya di pantai. Beberapa orang mungkin menikmati kondisi yang seperti ini, untuk beberapa waktu saya pun. tapi kok lama-lama rasanya nelongso ya hahaha. Kerja ya kerja tak ada target, tak ada ambisi, atau tak ada apapun yang diinginkan. Menyedihkan sih sebenarnya.

Sebelumnya, target besar saya menikah (halah). Yang sekarang (hahhaha) syukur alhamdulillah sudah tercapai (sebulan lalu sih. Di tulisan selanjutnya saya mau cerita). Terus giliran sudah tercapai, kok rasa-rasanya saya jadi bingung semacam tak ada gairah hidup (yaelah!). Mungkin sama seperti seseorang di luar sana yang punya keinginan meraih posisi karir yang bagus, begitu tercapai, kemudian dia bingung... apa lagi nih yang harus dicapai. Hidup serasa apa ya... hampa.

Begitulah.

Kehidupan saya sebenarnya sedang tidak stagnan juga sih. Saya dan suami (cieeh) sedang mengalami fase-fase lucu awal-awal pernikahan, hampir mirip yang diceritakan orang-orang tua nan berpengalaman asam garam rumah tangga itu. Hidup saya makin hari makin dinamis. 

Tapi kok ya, rasa-rasanya tidak punya cita-cita besar lagi yang harus dicapai dalam beberapa tahun kedepan, rasanya gimana gitu yaa... 








Eh ada deng, sekolah lagi!  
:)



Januari 12, 2016

Beku

​"Lalu apa yang salah pada hubungan kita?" Mayra tersedu. genangan air mata yang sudah ditahannya dari tadi pecah. 

Esta membisu. Sejurus kemudian direngkuhnya tubuh kekasihnya dalam sebuah pelukan erat dan ciuman mendalam. Ia sendiri tak paham pasti. Mereka tak lagi remaja yang hanya terjebak romansa. Mereka pun ber-Tuhan yang sama. Ia sama sekali tak mengerti, itikad baik mereka justru terhalang egoisme  orangtua.

*****

"Sudah cukup, Mayra. Ini terakhir kalinya kita membicarakan ini." Mama mematikan televisi lalu beranjak pergi.
Kuraih remot TV dan kunyalakan lagi. Tanpa suara. 
"Ma, apa Mama benar tak mau punya menantu Esta?"

*****

"Mama seneng sama Esta deh." Kata Mama di sebuah pagi beberapa bulan yang lalu. Malam sebelumnya Esta datang dan membawakan Mama sekotak puding coklat, buatan Ibunya katanya.
"Karena Mama dibawain puding?" ujar Papa, nimbrung.
"Ya bukan, anaknya sopan, dan nggak neko-neko kaya pacarmu yang sebelumnya."
Aku tergelak, "Ya beda jauh. Gantengan Esta kemana mana Mama."
Mama pun tergelak. "Mama kok yakin kamu cocok sama dia ya..."
Papa berdecak. "Ah mama..."
"Iya Pa, intuisi seorang ibu itu kan tidak terkalahkan."
AKu tergalak lagi. "Jadi Mama Papa setuju ya Esta lamar Mayra," kelakarku.
Mama tersnyum. "Pasti."

*****

Tak berselang lama, Mama jadi uring-uringan. Dari yang teramat berpihak pda Esta menjadi beruah sikap seratus delapan puluh derajat. 
"Mama nggak suka sama Mamanya Esta."
Aku ternganga. 
"Mama ah, itu kan udah lama Ma."
"Ya tetep aja, Pa. Dia mantan Papa. Kalau tentang mantan, kelar urusan!" Mama marah. "Apalagi sekarang dia udah cerai sama suaminya."

Astaga!

Sampai berbulan kemudian, Esta tetap rutin berkunjung dan Mama tetap bergeming. 



(fiksimini)