Desember 05, 2014

Mau atau Tidak Mau

Saya selalu percaya bahwa kebahagiaan itu kita ciptakan sendiri.

Tiap kali saya bangun tidur dengan kepala berat dan perut mual- setelah beberapa jam sebelumnya baru pulang kantor menjelang subuh-padahal di hari sebelumnya berangkat ke kantor sesuai jam normal biasa- saya mengingatkan diri sendiri bahwa ini adalah konsekuenai atas impian saya dulu.

Bekerja di industri televisi, pernah menjadi impian saya semenjak masih sekolah. Saya ingat dialog dengan kawan SMP namanya Adinda. Kami bercerita saling berbagi cita-cita, dan bahwa kelak saya ingin bekerja di TV (hanya berdasar argumen bahwa pekerja TV itu keren). Saya membuktikan sendiri, bahwa cita-cita sejatinya tak susah diraih asal yakin dan terus mengupayakan cita-cita itu. Pilihannya hanya mau atau tidak.

Betapa di kala SMA saya bersikukuh tidak mau masuk IPA karena yakin bahwa saya sudah bersikap atas cita-cita saya. Pada masanya jurusan IPA masih menjadi prioritas karena banyak pilihan ketika masuk universitas (entahlah dengan sekarang). Dan ketika akhirnya saya melunasi janji pada diri sendiri, puas memang. Bahwa saya bisa.

Kini menjadi besar di jalur pilihan saya adalah sesuatu yang barangkali tidak mustahil. Masih sama seperti dulu, tinggal mau atau tidak mau.

Tapi, mengulang kembali tulisan di paragraf dua tadi... Tiap kali saya bangun tidur dengan kepala berat dan perut mual- setelah beberapa jam sebelumnya pulang hampir subuh-padahal di hari sebelumnya berangkat ke kantor sesuai jam normal biasa- membuat saya makin paham frasa bahwa ada harga yang harus dibayar demi apapun. Dan barangkali malah membuat saya tak lagi optimis, bahwa saya cocok di jalur ini.

Yah, kebahagian memang kita yang atur sendiri bukan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar