Februari 03, 2014

Surat Nomor Dua di Februari

Kepada Ibu Atut

Ibu dimanapun pasti ingin selalu membahagiakan anak-anaknya. Tak ingin membuat anaknya berkekurangan. Tak ingin membuat keluarganynya berduka. Bahkan ingin selalu memberikan kemudahan bagi anak-anaknya. Bagaimanapun, takdir kasih ibu memang sepanjang jalan.

Saya seorang anak, dan saya paham pasti pengorbanan seorang Ibu demi kejayaan anak-anaknya.

Tapi bukankah tetap tak boleh ada pemakluman saat melakukan kecurangan, demi anak sekalipun??

Apakabar Ibu? Apa Ibu sehat? Sudah bersyukurkah Ibu hari ini? Terkadang, karena lupa bersyukur membuat hidup kita terasa berat.

Apa anak-anak Ibu masih sering berkunjung? Semoga kasih mereka tak pernah putus sebagaimana kasihmu bagi mereka.

Ibu juga tentu rindu cucu ya, Bu? Seperti nenek saya, yang selalu menanyakan saya tiap bertemu oang tua saya. Saya yakin Ibu pasti juga begitu. Rindu pelukan cucu-cucunya, rindu digandeng cucu-cucunya. Katanya kalau sesorang sudah punya cucu segala hal akan dilakukan demi cucunya, bukan lagi demi anaknya. Nah, demi cucu-cucumu Bu. Menyerahlah. Berhentilah.

Bagaimanapun semua ada masanya, bisa jadi masa kuasamu memang sudah sampai di sini. Tak perlu ngotot. Tak perlu kekeuh. Biarkan cucu-cucumu besar dengan kuasa mereka sendiri. Biarkan mereka dewasa dengan cara mereka. Tak perlu ikut campur lagi, Bu. Istirahatlah, Bu.


Salam
Alina, seorang anak.



Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar