“Mbak, carikan aku calon!” Rekan kerja saya tiba-tiba
berkata demikian. Saya rasa, dia sudah terlampau desperete dalam pencariannya
mencari istri. Di pertengahan tiga puluh-nya sekarang, dalam kurun waktu lima
bulan terakhir dia mengaku sudah menjajaki empat perempuan yang didamba menjadi
pacar dan calon istri. Sayangnya tidak ada yang cocok, akunya.
Sembari melanjutkan pekerjaan saya di depan komputer,
pikiran saya malah kemana-mana. Amat jauh dari layar komputer di hadapan saya.
Saya teringat kisah Aku di novel Putut EA Cinta Tak Tepat Waktu yang bukunya
baru selesai saya baca kemarin. Ceritanya tentang cinta yang tak tepat waktu
dengan analogi hal remeh temeh yang tak datang tepat waktu, meski padahal
sudah di persiapkan rapi sebelumnya.
Saya sendiri tak bisa membandingkan sejauh mana
karakter si tokoh dan karakter orang yang sedang saya biacarakan ini
(!). Tapi, barangkali si Rekan saya ini merasai bernasib serupa, kurang
mujur dalam peruntungan soal jodoh.
Saya tak hendak beropini macam-macam penyebab
seseorang masih single sampai sekarang. Karena pada dasarnya memang urusan
jodoh, urusan rezeki sudah diatur takarannya yang konon tercatat di kitab
bahkan sebelum bumi alam semesta raya ini ada. Termasuk apakah menjadi single adalah sebuah pilihan.
Kata-kata anak jaman sekarang, "mungkin
jodohmu sedang sibuk berposes memantaskan diri untukmu nanti, maka kau pun
semestinya melakukan proses yang sama. Memantaskan diri untuknya."
Klise tapi benar adanya.
Mengutip Coelho, jika kita mengharap sesuatu dengan
penuh keyakinan, maka alam raya akan bersatu padu membantu. Tapi kalau kita
sudah berusaha dan penuh keyakinan, ternyata masih belum kesampaian barangkali,
sebenarnya kita hanya butuh berserah. "Sabar, seleh, semeleh.,"
bahasa Jawanya.
Ya barangkali hanya itu, yang bisa saya sampaikan ke
dia. Bener kan, apalagi... Kalau menurut pengakuan dia sudah berusaha tapi tak
kunjung datang jodohnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar