"Harusnya kamu jadi reporter dong..."
Sudah tak terhitung saya mendengar opini orang terutama teman kantor setelah tahu background pendidikan bahkan pengalaman selama kuliah. Lulusan komunikasi, jurnalistik dan aktif di pers kampus. Harusnya memang tak ada alasan untuk tidak kemudian menjadi jurnalis.
Lalu apakah saya merasa salah jurusan? Tidak juga. Saya merasa ada di jalur yang tepat. Hanya saja saya merasa belum tepat jika kemudian harus menjadi kuli tinta.
Bahkan Rosihan Anwar menjadi besar sebagai seorang Jurnalis sampai akhir hayatnya karena dia pasti memiliki keinginan itu. Saya? Belum tumbuh keinginan itu.
Jadi santai kaya di pantai lah...
:)
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Agustus 30, 2013
Duapuluh
Dek, aku selalu bersyukur bahwa kamulah yang ditentukan Tuhan lahir
dari rahim ibuk setelah aku. meski kadang berharap juga gita gutawa bisa
menjadi adekku.
Aku selalu bersyukur atas 20 tahun kehadiranmu menjadi pernik warna-warni bagi kehidupan kami, aku ibuk dan bapak.
Ah, betapa cepatnya waktu berlalu. Rasanya dulu aku masih kuat menggendongmu keliling dandangan. Badanmu agak demam sore itu.
Aku pun masih bisa memelukmu rapat ketika petir tiba-tiba menggelegar, sekarang bahkan baju-bajumu terlalu besar untuk kupinjam.
Kamu memang tak harus percaya bahwa tak pernah sekalipun berpikir aku ingin punya adek laki-laki. Tak pernah terpikirkan punya adek selain kamu, meski kadang kamu mengesalkan. Tapi kukira itu wajar, karena manusia memang tak sempurna. Sebagaimana kamu kesal setengah mati menghadapi kelakuanku yang sewenang-wenang dan jahat itu. Hahaha
Toh, kita tetap saling menerima. Sering seia memandang dan menghadapi persoalan di depan kita. Selalu ada maaf terulur bahkan sebelum kata maaf itu terlontar.
Dua puluh tahun dek. Maaf jika tak pernah ada kado di hari ke 29 bulan agustus selama 20 tahun itu. Tak pernah ada kue, tak ada surprise, atau tiup lilin. Di keluarga kita itu memang tak budaya. Bukan apa-apa, tapi kalau saja bisa pasti bapak ibuk akan mengutamakannya. Tapi bukankah selalu ada yang lebih perlu daripada sekedar ingin.
Yang pasti akan selalu ada doa teruntui di usai solat kami, atasmu.
Selamat ulang tahun sayang,
Jangan takut
Temukan dan nikmatilah duniamu!
Jakarta, 30 Agustus 2013
Aku selalu bersyukur atas 20 tahun kehadiranmu menjadi pernik warna-warni bagi kehidupan kami, aku ibuk dan bapak.
Ah, betapa cepatnya waktu berlalu. Rasanya dulu aku masih kuat menggendongmu keliling dandangan. Badanmu agak demam sore itu.
Aku pun masih bisa memelukmu rapat ketika petir tiba-tiba menggelegar, sekarang bahkan baju-bajumu terlalu besar untuk kupinjam.
Kamu memang tak harus percaya bahwa tak pernah sekalipun berpikir aku ingin punya adek laki-laki. Tak pernah terpikirkan punya adek selain kamu, meski kadang kamu mengesalkan. Tapi kukira itu wajar, karena manusia memang tak sempurna. Sebagaimana kamu kesal setengah mati menghadapi kelakuanku yang sewenang-wenang dan jahat itu. Hahaha
Toh, kita tetap saling menerima. Sering seia memandang dan menghadapi persoalan di depan kita. Selalu ada maaf terulur bahkan sebelum kata maaf itu terlontar.
Dua puluh tahun dek. Maaf jika tak pernah ada kado di hari ke 29 bulan agustus selama 20 tahun itu. Tak pernah ada kue, tak ada surprise, atau tiup lilin. Di keluarga kita itu memang tak budaya. Bukan apa-apa, tapi kalau saja bisa pasti bapak ibuk akan mengutamakannya. Tapi bukankah selalu ada yang lebih perlu daripada sekedar ingin.
Yang pasti akan selalu ada doa teruntui di usai solat kami, atasmu.
Selamat ulang tahun sayang,
Jangan takut
Temukan dan nikmatilah duniamu!
Jakarta, 30 Agustus 2013
Agustus 28, 2013
Lonceng
Kamu merasa hidupmu sedang berat, Al? Mungkin kamu lupa bersyukur.
"Fabiayyi' ala irobbikuma
tukadziban"
~ Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan (QS. Ar Rahman)
Dan bukankah Tuhanmu juga Ar Rahim?
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
"Fabiayyi' ala irobbikuma
tukadziban"
~ Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan (QS. Ar Rahman)
Dan bukankah Tuhanmu juga Ar Rahim?
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Agustus 22, 2013
Di Sini Lagi
Dan disinilah saya sekarang. Di ibukota lagi.
Sedari jaman kuliah saya tak pernah suka balik dari rumah lalu sampai ke perantauan tak ada aktifitas. Karena apa? Karena saya hanya bisa "nglangut" merasakan betapa bedanya hari ini saat saya sudah kembali ke perantauan dengan hari kemarin saat saya masih di rumah, makan masakan ibuk saya sembari mendengar cerita bapak dari sekolahan.
Lalu harus bagaimana. Beraktifitas dan bergerak, agar gundah hilang sudah. Halah.
Selamat kembali ke dunia nyata...
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Sedari jaman kuliah saya tak pernah suka balik dari rumah lalu sampai ke perantauan tak ada aktifitas. Karena apa? Karena saya hanya bisa "nglangut" merasakan betapa bedanya hari ini saat saya sudah kembali ke perantauan dengan hari kemarin saat saya masih di rumah, makan masakan ibuk saya sembari mendengar cerita bapak dari sekolahan.
Lalu harus bagaimana. Beraktifitas dan bergerak, agar gundah hilang sudah. Halah.
Selamat kembali ke dunia nyata...
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Agustus 19, 2013
Pulang
Saya pulang, pulkam, mudik, entah apapun itu namanya saya akhirnya kembali ke rumah.
sejak lima tahun yang lalu saya mulai paham makna kata pulang. sejak saya mulai tinggal sendiri sebagai anak perantauan. pulang bukan hanya kembali ke rumah. pulang berarti kembali ke titik awal kenyamanan. dan kenyamanan saya ada diantara kedua orang tua dan adek saya. betapa bermaknanya pulang bagi saya yang memang pada dasarnya anak rumahan.
saya anak rumahan. saya tak suka beraktifitas di luar rumah. semenjak kecil, saya lebih suka bermain rumah-rumahan dengan adek saya, atau masak-masakan di halaman belakang. maka di tiap kepulangan saya ke rumah, jika tak ada sesuatu mendesak yang membuat saya ke luar rumah saya tak akan beranjak. saya lebih suka disambangi dari pada meyambangi. kata ibuk sih saya anaknya malesan. mungkin bisa jadi.
lalu apa yang saya lakukan di rumah, berhari-hari? tak ada. saya begitu menikmati keheningan, jauh dari kebisingan. mungkin balas dendam saya pada keriuhan dan hingar bingar yang sebelumnya saya rasakan.
Agustus 12, 2013
Lelaki yang Cintanya Tak Terbatas
Dia begitu sederhana. sesederhana
ia menjalani kehidupan, sesederhana pula ia melihat dan membagi cinta. ia tak
pernah mengumbar kata cinta. cintanya disampaikan berupa sms singkat di kala
pagi, atau pelukan singkat sebelum ia melepas keberangkatan para gadisnya.
Lelaki ini adalah orang pertama
sekaligus terakhir yang memastikan para gadisnya berbahagia, merasa hangat di
kala dingin, merasa dicintai kala sendiri, merasa bahagia saat kurang. Ia tak
bisa memberikan kemewahan bagi para gadisnya, tapi bekeras bahwa gadisnya tak
boleh (merasa) berkekurangan. diajarkannya rasa syukur sejak para gadisnya
mulai lahir kedunia.
Ia merasa para gadisnya bukan
miliknya. para gadisnya adalah milik semesta. ia membiarkan para gadisnya
berbuat sesuka mereka, membuat mereka melihat warna-warni dunia, merasakan
manis getir semesta. membebaskan mereka berkarya, menjadi bagian dunia. maka
jika tahun-tahun sebelumnya ia bisa memeluk kedua gadisnya saat suara takbir
menggema di seluruh penjuru kota, tahun ini ia ia harus rela hanya bisa mencium pipi satu gadisnya
saja.
Dan 11 Agustus lalu, pada saat
seharusnya ia merayakan hari jadinya, ia pun rela berada jauh ribuan kilometer dari
gadisnya juga harus rela melepas satu gadisnya demi meretas mimpi mereka.
happy birthday my beloved dad
stay healthy. may Allah blessed you. Always.
aamin
Jakarta, 12 Agustus '13
Agustus 09, 2013
Hari Raya
Maka kemarin saat takbir bersahutan apa yang kau rasakan?
Saya menyebutnya konsekuensi. Benar, lebaran kali ini memang bentuk konsekuensi atas mimpi saya dulu. Dulu sekali, bertahun-tahun yang lalu yang masih berseragam putih biru. Pun adalah bentuk relasi causalita atas pilihan saya sebelumnya.
Sedih? Tentu saja. Tapi bahagia? Bisa juga. Bahwa saya, berani melakukan sesuatu tak biasa, meraih kesempatan yang ada, merasakan ini itu yang belum tentu semua orang bisa merasakannya.
Sejatinya, yang dijalani dengan kerelaan segenap hati selalu terasa lebih mudah bukan?
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Saya menyebutnya konsekuensi. Benar, lebaran kali ini memang bentuk konsekuensi atas mimpi saya dulu. Dulu sekali, bertahun-tahun yang lalu yang masih berseragam putih biru. Pun adalah bentuk relasi causalita atas pilihan saya sebelumnya.
Sedih? Tentu saja. Tapi bahagia? Bisa juga. Bahwa saya, berani melakukan sesuatu tak biasa, meraih kesempatan yang ada, merasakan ini itu yang belum tentu semua orang bisa merasakannya.
Sejatinya, yang dijalani dengan kerelaan segenap hati selalu terasa lebih mudah bukan?
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Langganan:
Postingan (Atom)