Januari 03, 2015

Lelaki Baik

Malam ini, ketika playlist mengalunkan soundtrack film favorit saya Hari untuk Amanda (So Right-nya Music for Sale), pikiran saya melayang-layang melupakan denyutan tipis rasa sakit yang mendera di pipi kanan. Karena sakit gigi.

Saya bersyukur. Jika di luar sana, ada cerita bahwa tak sedikit perempuan yang mendapat kawan dekat (pacar) tak baik, saya tidak demikiam. Di seperempat abad usia perhitungan manusia, saya telah mengenal dekat dua orang lelaki yang luar biasa baik. Bapak saya tak masuk hitungan.

Yang pertama, meski sekarang kami tak lagi bersama, tapi dari dia saya belajar bagaimana menyayangi seseorang (selain keluarga) yang awalnya bukan siapa-siapa, menjadi paling siapa-siapa. Saya yang awam pada relasi laki-perempuan yang disebut pacaran, mengalami sesuatu yang menakjubkan pada dia yang tampan, santun, dan lemah lembut. Perempuan mana yang tak mencair hatinya jika didekati laki-laki demikian. Namun kenyataan berkata berbeda dengan harapan. Bahwa relasi dua manusia lain jenis, tak semudah seperti menuliskan kata cinta di selembar kertas. Absurd. Kenyamanan yang dipaksakan dengan ego masing-masing yang coba terus dikompromikan. Dan saya gagal setelah empat tahun berjalan. Meski kami tak lagi bersama, saya tetap menaruh penghargaan tinggi padanya. Masih mendoakannya ketika menemukan namanya di linimasa, semoga ia akan selalu bahagia, semacam permohonan maaf atas luka yang pernah saya buat padanya. Saya berterimakasih, atas perlakuan baiknya pasca kami berpisah.

Kemudian adalah Rianjana. Ia lelaki baik hati -sedikit tegas dan galak- yang menawarkan cintanya ketika saya sibuk memasrahkan diri pada Tuhan. Ketika sibuk menyembuhkan diri sendiri. Penerimaan saya pada apa yang dia tawarkan, awalnya semacam berjudi tentang masa depan. Saya masih mencoba memastikan dia memiliki apa-apa yang saya cari, dan tidak memiliki apa-apa yang membuat sebelumnya salah. Tapi kemudian banyak hal oleh lelaki ini coba dibuktikan. Bahwa pada saat itu dia lalu yang terbaik, membuat saya kembali merasa cantik, merasa kembali dicintai, merasa kembali diinginkan. Saya jatuh hati dan ceritanya bisa ditebak kemudian. Saya putuskan sepenuh hati menyambut genggam tangannya.

Detik ini kembali saya mengulang lagu soundtrack Hari untuk Amanda -meski baru saja diputar setengah- bahwa banyak orang patah hati, mungkin lebih dari separuh jumlah penduduk dunia. Kemudian saya pun kebagian. Dulu, saya berpikir saat masih dengan lelaki lama, bagaimana jika hal itu benar-benar kejadian, bagaimana saya akan bertahan. Tapi toh kemudian saya mampu melaluinya. Yang saya alami tak seberapa dibanding cerita orang-orang dekat saya. Saya bersyukur dipertemukan dan didekatkan Tuhan dengan manusia-manusia baik.

Orang-orang datang membawa pelajaran, sebagian tetap tinggal, sebagian hanya singgah sebentar. Dan kita pun tak pernah sama lagi seperti sebelumnya.


3 komentar:

  1. wah, paragraf terakhirnya.... jleb jleb jleb...

    BalasHapus
  2. aku pernah baca entah di mana tentang paragraf terakhir yang kau tulis di sana...
    apapun itu, cemangat emoonnn...

    BalasHapus
  3. Mbak Alin, baca tulisannya aku ikut seneng! Aku kangen kamu! :D

    BalasHapus