Januari 03, 2012

Belum makan nasi = belum makan?


Membaca berita Kompas, Selasa 3 Januari 2012 berjudul “Kampanye Makan Berimbang Stagnan” saya merasa geli. Di situ disebutkan kampanye penganekaragaman pangan yang dilakukan pemerintah sejak puluhan tahun lalu beum berhasil. Jadi maksudnya, intinya pemerintah ingin merubah pola makan mengurangi nasi dengan mengganti karhobidrat lainnya. Hal ini dilakukan agar konsumsi Indonesia pada beras berkurang. (saya baru tahu sekarang kalo ada kampanye seperti itu :p)

Tapi, nyatanya dari dulu hingga sekarang, kebanyakan orang Indonesia menganggap yang namanya makan, ya nasi. Mau makan roti, makan jagung, ubi atau apapun yang berkarbohidrat kalo belum makan nasi ya berarti belum makan. Secara psikologis saya tidak tahu, saya tidak bisa menjelaskan. Saya pun begitu, entah mengapa rasanya belum kenyang kalo belum makan nasi. Padahal sebelumnya sudah makan, bahkan dua bungkus roti. Sudah kebiasaan mungkin. Ya, mungkin begitu.

Yang jelas, bagi orang menengah kebawah rasa kenyang selalu lebih penting dari pada yang lain. Maksud saya, ketimbang berpikir soal gizi atau nutrisi, yang penting adalah membuat kenyang, beres!.  Seperti yang ditulis di berita tersebut, konsumsi beras tertinggi adalah di daerah yang tingkat kemiskinannya paling tinggi. Nah, seperti apa yang saya ungkapkan, orang berekonomi sedang apalagi ekonomi kebawah jelas lebih berpikir kenyang daripada berpikir mengenai takaran gizi. 

Saya, yang bukan dari golongan menengah ke atas pun seperti itu. Berdasar pengalaman saya, makan  nasi dengan kecap atau krupuk sudah cukup bagi kami (tapi mana ada orang tua yang tega hanya menyajikan makanan seperti itu kecuali kepepet ). Kalo kata bapak saya, ”yang penting kenyang. Kalo kenyang gak gampang masuk angin, jauh dari penyakit.” Jelas tidak seperti itu. Tapi, ini semacam kepercayaan yang ditanamkan oleh orang tua kepada anak-anaknya yang merengek soal lauk apalagi gizi. 

Nah, pemerintah mungkin harus berpikir lebih keras kalo mau kampanye ini berhasil. Soalnya, masyarakat Indonesia juga sudah tahu kalau karbohidrat itu bukan hanya nasi. Kita itu pinter-pinter kok!  Tapi karena memang mind set yang sudah mendarah daging bahwa ”belum makan nasi = belum makan” inilah yang membuat sulit sekali melepaskan ketergantungan kita dari beras. 

Lalu bagaimana caranya? Ya kurangilah angka kemiskinan di Indonesia, tingkatkan pendidikan! Terlalu utopia ya? Tidak dong, dengan berkurangnya angka kemiskinan, pendidikan meningkat maka masyarakat akan semakin maju. Tidak lagi hanya berpikir kenyang, tapi juga gizi dan nutrisi! Mereka akan punya waktu juga dana untuk mementingkan gizi dan nutrisi. Ketergantungan berkurang deh..

Saya apa yang bisa saya lakukan? Saya lakukan sebisa saya, mungkin akan mengurangi makan nasi. Mungkin saja... Ahh tidak, saya akan berusaha menaikkan derajat saya. Ke golongan ekonomi menengah ke atas, hahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar