Kalo kata dia, namanya karma. Ketika ia diantara dua perempuan yang tak bisa dilepaskan dua-duanya, dan pada akhirnya tak pernah didapatkan pula bahkan satu diantaranya. Itu dulu, sesuatu yang ia janjikan tak akan pernah ada kedua kalinya, janji pada saya dan yang penting janji pada dirinya sendiri.
Kalau menurut saya itu balasan. Yang memang sudah sewajarnya.
Saya selalu meyakini bahwa hidup itu hanya lingkaran causalita. jadi begini karena begitu, jadi begitu karena begini, dan seterusnya. Apa yang ada sekarang adalah yang kita tuai dari benih yang sudah ditanam. Maka sudah sewajarnya, ketika dulu ia mengobarkan bara pada dua perempuan di saat yang sama terbakarlah dia, hanguslah semuanya.
-------------
Itu hanya pengantar sebuah cerita lain tentang relasi dua manusia berjenis kelamin berbeda.
Seorang lelaki merana karena dicampakkan kekasihnya dengan berbagai alasannya. Tidak ada yang salah. Mereka hanya mengikuti kehendak alam. Semesta menghendaki mereka sempat bersama meski (tanpa sengaja) mengorbankan hati lain yang bisa jadi tak tahu apa-apa.
Maka jika kini akhirnya mereka tak lagi bersama, tentu juga adalah cara semesta. Apakah dia pantas mengumpat? memaki dunia? Tentu saja. Tapi mungkin ia tak pernah mengira bahwa sepotong hati lain yang telah dikorbankannya bisa jadi pernah melakukan hal yang sama, marah pada dunia. Mungkin layaknya Bruno Mars yang sampai menyumpahi kekasihnya : tell the devil I said 'hey' when you get back to where you're from
Lalu apakah cerita ini akan berakhir layaknya novel-novel picisan lainnya, dimana sang putri akan berbahagia selamanya dengan pangeran pilihannya? Tentu rahasia semesta. Tapi sekali lagi bukankah hidup itu hanya rentetan hubungan kausalita?