Saya teringat sebuah malam. Malam dimana seseorang berkata
pada saya, bahwa saat kita sedang ada di suatu momen tertentu sudah sewajarnya
kita menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut.
Secara umum saya sepakat.
Tapi mengingat konteks percakapan kami saat itu, saya jadi
ragu. Saat itu, kami terlibat di suatu kelompok (kumpulan teman-teman lama)
dengan jalan pikir dan pengalaman masing-masing yang jauh berbeda saat masih
sama-sama berseragam putih abu. Kami dengan idealisme masing-masing saling
berargumen, dan si kawan saya yang satu tadi membisikkan hal tersebut pada
saya. Saya pun akhirnya diam dan mengikuti
perkataannya.
Misalnya dengan teman. Selalu berusaha menyesuaikan diri
dengan teman dengan berusaha mengerti
missal tema pembicaraan tertentu yang sebenarnya kita tak paham, bukankah
itu sama saja membohongi diri sendiri. Apalagi harus mengikuti gaya hidup orang
yang sama sekali bukan diri kita.
Bingung ya, jadi begini… misal kita tidak
suka baca buku, teman kita itu suka baca buku. Lalu kita jadi
ikut-ikutan apa yang dia baca, hanya demi bisa mendapat tema pembicaraan yang
sama saat kita jalan bareng. Atau mengikuti hobinya. Demi kita bisa dekat dengan dia. Ah, kenapa ya…
saya rasa ini kurang tepat.
Apalagi dengan pacar. Bukan berarti karena dia keranjingan
nonton film bahkan hafal di luar kepala semua aktor dan aktris internasional,
film-film yang dapat nominasi, kita juga harus ikutan “harus tau” mengenai hal
tersebut. Atau dia yang penggila bola kita juga harus wajib ngerti tentang
bola.
Kenapa ya, kok saya merasanya seperti memupuk kebohongan
cara “menyesuaikan diri” seperti itu. Saya sepakat dengan istilah “menyesuaikan
diri” tadi, tapi saya kira menyesuaikan diri bukan berarti melupakan hakikat
jati diri kita sendiri. Tidak suka ya bilang tidak suka, tidak mengerti bilang
saja tidak mengerti, tidak sepakat berkatalah tidak sepakat. Cela-celaan pun saya kira masih wajar. Daripada kompak, tapi kita sendiri seperti kehilangan jati diri ya buat apa. toh pada akhirnya ada begitu banyak hal di dunia ini yang tidak selamanya bisa kita terima atau selaras dengan keinginan kita.
Menurut saya sih begitu…
Kita ini seperti sebuah puzzle. Kita bertemu dengan berbagai kepingan puzzle lainnya. Tiap kepingan puzzle berbeda, tak pernah sama persis. Tapi jika disusun bersama-sama, menciptakan satu gambar yang indah.
BalasHapusBukankah kita bukan mencari persamaan dalam puzzle? Yang kita cari adalah kecocokan dari tiap lekuk puzzle yang beragam bentuknya.
Begitulah.