November 16, 2014

Undangan

Betapa setiap perempuan memiliki pernikahan impiannya. Saya? Sudah pasti ada. Bahkan sejak beberapa tahun yang lalu sudah punya konsepnya, yang masuk akal lah pastinya. Tapi, jangan pernah tanya kapan merealisasikannya :p

Bulan ini (dari bulan lalu) banyak undangan nikahan saya terima. Setiap kali undangan sampai ke tangan saya, saya termangu. Betapa sebuah undangan memiliki kisahnya masing-masing (ala-ala Hari untuk Amanda). Keringat si pengantin, emosi, jengkel, marah, bisa jadi kecewa, pun haru bahagia. Kenapa begini, kenapa akhirnya bisa begitu, kenapa malah yang ini, bukan yang itu. Sebuah undangan menjadi simbol berlangsungnya cerita anak manusia.

Lalu saya jadi paham kenapa bapak ibuk saya masih menyimpan undangan pernikahan mereka di album foto perkawinan. Ternyata bukan hanya soal tanggal, bukan hanya soal waktu, melainkan kisah di balik itu. Atau malah, bisa jadi sebenernya undangannya sisa aja di kala itu. Haha!

Selamat tengah malam. Dan selamat mengakhiri akhir pekan! Selamat kembali ke realita lima hari ke depan!!

November 14, 2014

Minor Bermasyarakat

Bila di masa sekolah kita diajarkan teori bermasyarakat, kini ketika dewasa seringkali kita dihadapkan untuk praktek bermasyarakat.

Minggu lalu, bapak kos saya meninggal. Karena penyakitnya juga karena usia. Berbendera kuning di depan pagar, malam itu kos mendadak menjadi ramai orang-orang. Saudara-saudara si empunya rumah.

Saya bukan tak pernah menghadiri pemakaman. Beberapa kali menjadi tuan rumah di upacara pemakaman. Tapi, ketika kejadianya bapak kos meninggal ini saya justru kebingungan, saya harus bagaimana? Datang ke upacara pemakaman pasti. Lalu apa? Bawa beras takziyah seperti layaknya di kampung saya atau bagaimana?

Ternyata hal seperti ini sering tak terpikirkan. Bahwa ternyata, ada hal-hal sepele yang menunjukkan sekalipun saya hidup sendiri, tetaplah saya bagian dari masyarakat. Meskipun minor. Saya lalu ingat, betapa hampir bahkan tak pernah berinteraksinya saya dengan tetangga kos. Sibuk dengan dunia sendiri, sampai kadang-kadang tak sadar apa yang sudah terjadi pada kehidupan di sekeliling kita.

Ah, siapa tak rindu tinggal di kampung...